Jumat, 30 Januari 2009

Harry Subandi : BULAN DI DADA MEMERAH

LETUP

(Harry Subandi)

Letup dari bawah cemaramu

Letup dari butir catatan

Dalam kucuran

Pipi membasah.,

Ambah lalang

Dan talas talas penggelinciran

Ambah rerumputan

Dan tembam buluh buluh.

16 Ramandhan 1425



BULAN DI DADA MEMERAH

(Herri Subandi)

Misai di kitab basah kian memutih

Ini madu, madu poan

Mengalir loh

luka nanar .

***

Jika malam bisu

mengambang di sudut batu

mulut rerumputan mengecup tumitmu

dengan bisa nya.

Ini sebuah kesaksian malam

Perjamuan pembawa kayu bakar

Tapi dengan biji tasbih Mu

Candang ruh yang kan melawannya !

***

Di dalam krikilmu

Ku kuak gaibnya

Menguap di dataran

Kegelapan..

***

Badai ini di tabiri jiwa

Walau sehelai rambut terulur

Dari langit hingga bumi

Bagai tombak

Kan melibas

Kebusukan…!

O…,Hyang Dzat Maulana

Kenapa meski sampai di pucuk

Arsy Menaramu

Kami meski mengadu ?

Agt “o4


MESIAS TUNASNYA

(Harry Subandi)

Selamat datang kau yang bisu

Di balai tuaku

Selamat membaringkan perjalanan

Dan tancapkan sauhmu

Tenda tenda lusuh ini

Biarkan membusuk di sudut

Ajna.

Ini separuh dari perjalanan

Yang di rencanakan

Di bawah pepohonan perdu

Dan bunga bunga anggrek

Pada lajur tua dahimu

Yang di tumbuhi ide ide langit.

Dalam sembunyimu

Kaulah secarik pesan tergores….

Sebuah padang lengang

Danau yang pada cawanku

Menciduk bara!

Satu peta

Lajur lajur

Mencairnya

Saljumu

Saljuku…….

Sekarjalak Agt, 04.



TAMU DARI KERAJAAN

(Harry Subandi)

Debu di slop jejak kaki kaki kulit singa

Malam ini mencakari tenda tenda cinta

Sepetik embun yang pecah

Di dawai kecapi hati, lagu sambutan

Bagi kedatangan sang raja.

Pisau di lensa matamu

Meretas runcingnya syaraf kami

yang pucat.Di bawah kedirian yang gemetar

ini tarian jiwa ketakutan

mengucur air mata yang olehmu

kau serap di cawan syahwat candu kuasa.

Baginda, di meja perjamuan ini

Anggur dan roti mewissikkan hadirnya

Bahwa keduanya hasil peraman benak dan urat urat kami ?

untuk itulah

kerinduan adalah puak puak

dan cinta itu …..

bebintangan yang cahyanya mengucur….



TZUNAMI

(Harry Subandi)

Benang merah dari pinggir muara

Tempat singgah burung burung

Melepas letih setelah

Perjalanan jauh….

T Z U N A M I

Lumpur mu menggulung akar tetumbuhan kami.

Sisanya patahan organ organ tubuh anak anak kami di balik bongkahan bongkahan atap rumah. Bercampur asinnya

Udara anyir dan sayap sayap blatung. Duka dari kegalauan bara yang mengobar repihan repihan tangis.

Dari bening embun hingga bening air mata- dari tetesan tetesan luka hingga garukan sayap sayap ombak pembaringan.

Des 04




MAULID NABI

(Harry Subandi)

Engkau menuang siroh kelahuiran

Kekasihku, di tanah jawa

Engkau tak di ketahui kumandang kidung nusantara

Bersamaan asap putih di gedung kerosulan vatikan

Menguar kegelisahan dunia masa depan.

Kerudung tersingkap nya perdamaian

Oleh sapuan kanvas pelukis

Menoreh lekuk lekuk lingkar

Lentik kebeningan mata rasa

Menggeraikan dawai dawai jiwa

Denting dentingnya engkau petik melodi

Kidung penjaga malam

Lebur dalam irama jaddah

Dan pemahat puji kerinduan bisahhri….

Jelita dominieqe

Terbaring di tikar

Menumpahkan dua bahasa menembusi

Ion ion asinnya laut.

April 2001

JAMANE

(Harry Subandi)

JAMANE…JAMANE…JAMAN SUCI

WONG BODO TAPI NGERTI

KADOS PUNDI…KADOS PUNDI..

WONG NGERTI KAREPE KAKI..

ANANGING ORA BISA NGUDARI..

WONG SUCI MALAH ORA NGERTI

WONDENE MALAH BISA NGUDARI

SAE PUNDI…SAE PUNDI…SAE PUNDI

NGATURI PIWULANG PARA WALI

GESANGE…GESANGE…MALAH ORA WANI

JUMBUHE…JUMBUHE…JUMBUH KURSI

ANGLENGGAHI KANG SINOROWEDI

NEBUSAKE SAKA KARSANE GUSTI

DOSANE PARA KADANG SAK NAGARI

DUH PRIPUN… DUH PRIPUN… KARSANIPUN

HAMBEDEKI TAPI MBOTEN WANTUN

WEKASANIPUN…WEKASANIPUN…MALAH MANTUN

ANGLUWARI KARSANIPUN PARA PANUNTUN

SANG NUR KABACUT MINGGAH MANDUWUR

ANEMAHI ANJENGAN SAMI TETANDUR

GONG GANJUR SAMI JUMLEGUR

SASAT PINUJU SAMI MISUWUR

DUH GUSTI…DUH GUSTI…ABDI MBOTEN WANI

HANGLANGKAHI DAWUHE PARA KYAI

NEDAHI MARGI SWARGI

AMARGI SANES TIYANG SUCI

YA ROBBI…YA ROBBI…YA ROBBI

GUSTI KANG MURBENG DUMADI

ABDI NYUWUN PANGAKSAMI

Jum’at Wage, 15 Romadlon 1425

29 0ktober 2004

DARAH ADALAH

(Harry Subandi)

Kalau boleh kusemat bunga

Pada sela daun telinga hatimu

Poso terkasih

Kan terangkai melati nan terputih.

Kalau boleh ku kirim gerimis

Poso terkasih

Mengucur mata air langit

Atas gugurnya kemanusian.

Kalau engkau ingin mengirim bunga

Sematkan doa di kubur merahku

Tiada lagi damai terangkai

Pada gerimis di ujung cintamu

Mengucur air mata bumi

September 2004


RUH-KU

(Harry Subandi)

Kembali ku Eja

Waktu demi waktu

Memahai engkau

Jemari ini

Memahami apa yang tak fana ini

***

gelam diriku

yang aku hampir

tak mengenalnya

di dalam petaMu

ya, ruh-ku

firman-Mu



KEPADA LAM SANG RAJA

(Herry Subandi)

Raja Agung

Yang sembunyi

dalam kegaiban

Sembah sujud hamba

atas kemesraan

Rapatnya barisan

raja kepada hambanya


TIDAK ADA JUDUL
(Herry Subandi)

Telah jenuh kau telusuri

Setiap pintu

Di jalan ini

Prahu kembara ku tambatkan

Purnalah perjalanan sang insane

Penjelmaan diri

Terasah ! di batu ketiadaan

Menemukan tautan kenyataan

Brita dari ayatNya tentangmu

Menjadi busana bagi sang lawan

Bukan etika, jika cinta

Bertelanjang dihadapannya

Kini yang ensung hadapi

Engkau sebagai manusia pari purna

Kesudahan dari jaman

Yang menyampaikan ribuan pesan

Menjadi kerinduan

Namun jika rahasia ini

Ku buka pada mereka

Yang merasa dirinya kyai

Atau santri

Mata pandang membahayakan ini

Apakah tak menimbulkan kegemparan?

Yang artinya kekafiran

Dikatakan kepada umat kecil

Yang mencoba menerjemahi hikmah

Tinggalanmu dengan kebebasan

Maka di akhir catatan kecil ini

Siapa yang lebih santri

Lebih kyai

Lebih iman, ustadad, autocrat, bisnisman, wali, ulama, sufistik,cendekia, intelek…kecuali engkau

Wahai Sayiddina Muhammad?

Pati, 1997



LUKISAN AIR

(Harry Subandi)

Dalam pesta pora

Kupetik satu bintang cinta

Buat kekasih hatiku

Sang jelita pertiwi

Tak sejalan dari timurmu

Yang kini terpancar

Terpental-pental di udara pergerakan

Dalam fitrah kemanusiaan

Sanja kan terkurung kabut

Di birunya air laut

Atau warna langit

Tempat doa – doa diterbangkan

Wahai wali bangsa

Kan kau bawa kemana

negerimu tercinta ini

kekancah pertikaian

ataukah gelombang kebangkitan

roh kemanusiaan?

Air mata menuju kilang-kilang

Hati nan lusuh

Oleh hawa busuk

Dan anjingnya Askhabul Kahfi

Sebagai luapan pembangkangan

Ribuan cakaran jemari

Melukis di atas tanahmu

Hingga di rongga-rongga sukmamu

Disedapnya nyanyi sunyi

Sang pelukis

Yang kau kira puitis

Dihari pagi

Kutunggu kau di telaga

Melukis jelita pertiwi untukmu

Tumpah sudah air mata

Menenggelamkan sampah-sampah

Dan bangkai-bangkai anjing-celeng

Saat udara panas

dan angin bau Lumpur berhembus kencang

0404



SEMERAH SENJA

(Herry Subandi)

tak semerah hari ini

mentari senja di pintu rumahmu

mungkin kan terkubur di peraduan

dalam kianat cinta nan abadi

dalam curahan hujan

dan gemuruhnya badai

akupun mungkin terkubur

dalam cahaya merahmu..

nan menetes…

netes…

tak seramah hari

langkah pulangmu tergesa

menggelap luka goresan

para bikshu-bikshu bangsamu

diujung panah malam

dan di runcingnya pena penyair

menukik ke lembah-lembah sepi

mungkin pintu rumahmu terkunci

atau balai-balai tua negeri kita

telah tak kuat

untuk baringkan kelumpuhan?

Tak ku cari

Yang telah ditemukan

Di goa nan nestapa ini

Ku lukis

Dua malaikat raksasa

Melawan raja iblis

Dalam baliho semesta

Semerah senja

Ku kayuh prahu

Dari kencangnya angin

Dan merahnya nafasmu

Kulipat lembaran batin

Di sela batu-batu

Di antara gapura-gapura

Kebesaran dan kebanggaan

Yang menipu

04/04



ENGKAU

(Herry Subandi)

Sore temaram

Senja datang kurung mimpi

Jika di dalam rahimmu

Khayal

Jika ditanganmu

Ingkar

Jika di Syareatmu

Mengikat

Jika di kesenianmu

Menyengat

Di surgamu?

Ah, lelucon

Dan neraka api

Ah, marah

Sedang gila

Masuk kehampaanmu aja

Lebih asoiii

18-7-97



DI BAWAH MATAHARI

(Herry Subandi)

Ku baca sajak

Di bawah matahari

Kulihat aksara

Di bawah matahari

Kulihat bumi

Dibawah matahari

Aku teka-teki

Sinar siapa?

Jika dua dimanakah yang satunya

Di bawah matahari aku baca

Satu satu sebelah tak lengkap

Pasangannya ku cari

Sebab kesempurnaan kebahagiaan klimak

18-7-97



KEPADA TUHANKU

(Herry Subandi)

Sang maha

Sang akbar

Sang cinta

Sang Pembebas kekalutan

Sebab aku di bentuk lingkungan

Oleh itu aku kerdil

Dan terpuntir di peta pencarian

Penjelajahan fakir sendiri

(Zdikir wajahmu lorong pekat perpisahan menyakitkan)

18-7-97



DINGIN SEPI

(Herry Subandi)

Malam malam malam sekali

malam ini,

Malam malam malam sekali

malam ini sepi…

malam malam malam sekali

malam ini sendiri

hendaknya engkau turut serta

Datar datar datar sekali malam ini

Turun turun dan gemercik sepinya

Mengiris dan menyayati kehampaan

Datar datar sekali dingin ini

Menghempas hempas dan bertasbih

Menghitung bintangmu…

Hitam hitam sekali malam ini

Tertembak dan terkelupas

Hitamku, merayap dan terpuruk

Di sepi menyusu

1997



RUMAH

(Herry Subandi)

Rumah adalah tempat hatiku tinggal

dan kasihku,

memeluk impian

Rumah adalah perjalanan

tempat asaku bersandar

rebah belajar mengeja hidup

membuka tabir gelap

dan fatamorgana, ruang khayal

-yang membidikkan

panahnya dipersimpangan kelabu

hari pagi menertawakan lukisan itu

dengan wajah baru ku dandani seraut wajah tua

untuk ku ajak pesta kehidupan dengan bunga bangsa

menepisnya dan belajar

hidup merdeka

untuk kemenangan

memberi jawaban hidup yang lebih

‘bermakna’

setelah jauh melangkah

debu-debu di dinding rumahku

mengental

hitam dan kusut

melukis bayang-bayang tanpa makna

mencoreti atap dan gentingnya

rumah adalah telaga

tempat ibu dan anaknya

memadu cinta

tempat keletihan dibaringkan

mencairkan kenangan dan masa lalu

pahit yang tereguk

rumah adalah asa demi asa terputus

yang coba kami sambungkan

untuk persinggahan akhir perjalanan

rumah…

rumah adalah kenangan

tempat segala kesah di sandarkan

segala galuh ditidurkan

Bulumanis Kd, Juni 1997



ZIARAH DI PANTAI BERLUMPUR

(Harry Subandi)

Sehelai rambutmu tersangkut di gubuk tua itu

saat semunya berlalu

sisakan rasa yang muncul bersama tunas rembulan

di hatimu

atau sudah tak dapatkah kau hayati

cinta yang kusampaikan padamu

lewat lukisan berlumpurmu

maka senja hari ini

Ku jemput benak yang kau torehi nuansa elegi

menyenandungkan kembali

di bibir buih pantai senisan pelarian

jika musim pada terkandung mendung

hujan di pantai mu

adalah air mata yang tercurah

ziarah di pantai berlumpur ini

adalah penyucian satu demi Satu

gerai rambutmu yang tercerabut

oleh angin yang menderai

Pati, 16 April 2004


BAPAKKU TERCINTA

(Harry Subandi)

Dari hening ku kirim doa

Dari panas dan gersang kehidupan

Setangkai bait sajak

Kuhadiahkan di pusaramu

Untuk Engkau yang tercinta

Yang di masa kanakku belum engkau ajarkan

Mesti sepatah kalimat

Maka ku coba menghadiahkan sajak

Untuk pembaringanmu

Dari setiap warisanmu

Yang mengatakan sajak itu

Dari setiap tinggalanmu

Yang membacakan lirik drama

Pentas gerak di kala engkau

Hilang ke alam sebrang

Bapak tercinta

Kuntum bunga yang kau beli

Inilah cinta

Dari gersang dan busuknya hidup

Maka terimalah wanginya saja

Bulumanis Kd, 1997



PERTIWI

(Hery Subandi)

Kemerdekaan

Adalah sebuah kata sederhana

Bagi orang kaya

Selembut sapa

Sedesir kilas mata

Memasuki lajur rasa.

Bagiku kau satire

Bordah keindahan

Sang agung..

Pemujaan ini

Melebihi arca arca kertas

Sekepal cahya

Pencerah…!

Catatan: Pot Tumpah.

Agt ,04-Pule.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar