LETUP
(Harry Subandi)
Letup dari bawah cemaramu
Letup dari butir catatan
Dalam kucuran
Pipi membasah.,
Ambah lalang
Dan talas talas penggelinciran
Ambah rerumputan
Dan tembam buluh buluh.
16 Ramandhan 1425
BULAN DI DADA MEMERAH
(Herri Subandi)
Misai di kitab basah kian memutih
Ini madu, madu poan
Mengalir loh
luka nanar .
***
Jika malam bisu
mengambang di sudut batu
mulut rerumputan mengecup tumitmu
dengan bisa nya.
Ini sebuah kesaksian malam
Perjamuan pembawa kayu bakar
Tapi dengan biji tasbih Mu
Candang ruh yang
***
Di dalam krikilmu
Ku kuak gaibnya
Menguap di dataran
Kegelapan..
***
Badai ini di tabiri jiwa
Walau sehelai rambut terulur
Dari langit hingga bumi
Bagai tombak
Kebusukan…!
O…,Hyang Dzat Maulana
Kenapa meski sampai di pucuk
Arsy Menaramu
Kami meski mengadu ?
Agt “o4
MESIAS TUNASNYA
(Harry Subandi)
Selamat datang kau yang bisu
Di balai tuaku
Selamat membaringkan perjalanan
Dan tancapkan sauhmu
Tenda tenda lusuh ini
Biarkan membusuk di sudut
Ajna.
Ini separuh dari perjalanan
Yang di rencanakan
Di bawah pepohonan perdu
Dan bunga bunga anggrek
Pada lajur tua dahimu
Yang di tumbuhi ide ide langit.
Dalam sembunyimu
Kaulah secarik pesan tergores….
Sebuah
Danau yang pada cawanku
Menciduk bara!
Satu peta
Lajur lajur
Mencairnya
Saljumu
Saljuku…….
Sekarjalak Agt, 04.
TAMU DARI KERAJAAN
(Harry Subandi)
Debu di slop jejak kaki kaki kulit singa
Malam ini mencakari tenda tenda cinta
Sepetik embun yang pecah
Di dawai kecapi hati, lagu sambutan
Bagi kedatangan sang raja.
Pisau di lensa matamu
Meretas runcingnya syaraf kami
yang pucat.Di bawah kedirian yang gemetar
ini tarian jiwa ketakutan
mengucur air mata yang olehmu
kau serap di cawan syahwat candu kuasa.
Baginda, di meja perjamuan ini
Anggur dan roti mewissikkan hadirnya
Bahwa keduanya hasil peraman benak dan urat urat kami ?
untuk itulah
kerinduan adalah puak puak
dan cinta itu …..
bebintangan yang cahyanya mengucur….
TZUNAMI
(Harry Subandi)
Benang merah dari pinggir muara
Tempat singgah burung burung
Melepas letih setelah
Perjalanan jauh….
T Z U N A M I
Lumpur mu menggulung akar tetumbuhan kami.
Sisanya patahan organ organ tubuh anak anak kami di balik bongkahan bongkahan atap rumah. Bercampur asinnya
Udara anyir dan sayap sayap blatung. Duka dari kegalauan bara yang mengobar repihan repihan tangis.
Dari bening embun hingga bening air mata- dari tetesan tetesan luka hingga garukan sayap sayap ombak pembaringan.
Des 04
MAULID NABI
(Harry Subandi)
Engkau menuang siroh kelahuiran
Kekasihku, di tanah jawa
Engkau tak di ketahui kumandang kidung nusantara
Bersamaan asap putih di gedung kerosulan vatikan
Menguar kegelisahan dunia masa depan.
Kerudung tersingkap nya perdamaian
Oleh sapuan kanvas pelukis
Menoreh lekuk lekuk lingkar
Lentik kebeningan mata rasa
Menggeraikan dawai dawai jiwa
Denting dentingnya engkau petik melodi
Kidung penjaga malam
Lebur dalam irama jaddah
Dan pemahat puji kerinduan bisahhri….
Jelita dominieqe
Terbaring di tikar
Menumpahkan dua bahasa menembusi
Ion ion asinnya laut.
April 2001
JAMANE
(Harry Subandi)
JAMANE…JAMANE…JAMAN SUCI
WONG BODO TAPI NGERTI
KADOS PUNDI…KADOS PUNDI..
WONG NGERTI KAREPE KAKI..
ANANGING ORA BISA NGUDARI..
WONG SUCI MALAH ORA NGERTI
WONDENE MALAH BISA NGUDARI
SAE PUNDI…SAE PUNDI…SAE PUNDI
NGATURI PIWULANG PARA WALI
GESANGE…GESANGE…MALAH ORA WANI
JUMBUHE…JUMBUHE…JUMBUH KURSI
ANGLENGGAHI KANG SINOROWEDI
NEBUSAKE SAKA KARSANE GUSTI
DOSANE PARA KADANG SAK NAGARI
DUH PRIPUN… DUH PRIPUN… KARSANIPUN
HAMBEDEKI TAPI MBOTEN WANTUN
WEKASANIPUN…WEKASANIPUN…MALAH MANTUN
ANGLUWARI KARSANIPUN PARA PANUNTUN
SANG NUR KABACUT MINGGAH MANDUWUR
ANEMAHI ANJENGAN SAMI TETANDUR
GONG GANJUR SAMI JUMLEGUR
SASAT PINUJU SAMI MISUWUR
DUH GUSTI…DUH GUSTI…ABDI MBOTEN WANI
HANGLANGKAHI DAWUHE PARA KYAI
NEDAHI MARGI SWARGI
AMARGI SANES TIYANG SUCI
YA ROBBI…YA ROBBI…YA ROBBI
GUSTI KANG MURBENG DUMADI
ABDI NYUWUN PANGAKSAMI
Jum’at Wage, 15 Romadlon 1425
29 0ktober 2004
DARAH ADALAH
(Harry Subandi)
Kalau boleh kusemat bunga
Pada sela daun telinga hatimu
Poso terkasih
Kan terangkai melati nan terputih.
Kalau boleh ku kirim gerimis
Poso terkasih
Mengucur mata air langit
Atas gugurnya kemanusian.
Kalau engkau ingin mengirim bunga
Sematkan doa di kubur merahku
Tiada lagi damai terangkai
Pada gerimis di ujung cintamu
Mengucur air mata bumi
September 2004
RUH-KU
(Harry Subandi)
Kembali ku Eja
Waktu demi waktu
Memahai engkau
Jemari ini
Memahami apa yang tak fana ini
***
gelam diriku
yang aku hampir
tak mengenalnya
di dalam petaMu
ya, ruh-ku
firman-Mu
KEPADA LAM SANG RAJA
(Herry Subandi)
Raja Agung
Yang sembunyi
dalam kegaiban
Sembah sujud hamba
atas kemesraan
Rapatnya barisan
raja kepada hambanya
TIDAK
(Herry Subandi)
Telah jenuh kau telusuri
Setiap pintu
Di jalan ini
Prahu kembara ku tambatkan
Purnalah perjalanan sang insane
Penjelmaan diri
Terasah ! di batu ketiadaan
Menemukan tautan kenyataan
Brita dari ayatNya tentangmu
Menjadi busana bagi sang lawan
Bukan etika, jika cinta
Bertelanjang dihadapannya
Kini yang ensung hadapi
Engkau sebagai manusia pari purna
Kesudahan dari jaman
Yang menyampaikan ribuan pesan
Menjadi kerinduan
Namun jika rahasia ini
Ku buka pada mereka
Yang merasa dirinya kyai
Atau santri
Mata pandang membahayakan ini
Apakah tak menimbulkan kegemparan?
Yang artinya kekafiran
Dikatakan kepada umat kecil
Yang mencoba menerjemahi hikmah
Tinggalanmu dengan kebebasan
Maka di akhir catatan kecil ini
Siapa yang lebih santri
Lebih kyai
Lebih iman, ustadad, autocrat, bisnisman, wali, ulama, sufistik,cendekia, intelek…kecuali engkau
Wahai Sayiddina Muhammad?
Pati, 1997
LUKISAN AIR
(Harry Subandi)
Dalam pesta pora
Kupetik satu bintang cinta
Buat kekasih hatiku
Sang jelita pertiwi
Tak sejalan dari timurmu
Yang kini terpancar
Terpental-pental di udara pergerakan
Dalam fitrah kemanusiaan
Sanja
Di birunya air laut
Atau warna langit
Tempat doa – doa diterbangkan
Wahai wali bangsa
negerimu tercinta ini
kekancah pertikaian
ataukah gelombang kebangkitan
roh kemanusiaan?
Air mata menuju kilang-kilang
Hati nan lusuh
Oleh hawa busuk
Dan anjingnya Askhabul Kahfi
Sebagai luapan pembangkangan
Ribuan cakaran jemari
Melukis di atas tanahmu
Hingga di rongga-rongga sukmamu
Disedapnya nyanyi sunyi
Sang pelukis
Yang kau kira puitis
Dihari pagi
Kutunggu kau di telaga
Melukis jelita pertiwi untukmu
Tumpah sudah air mata
Menenggelamkan sampah-sampah
Dan bangkai-bangkai anjing-celeng
Saat udara panas
dan angin bau Lumpur berhembus kencang
0404
SEMERAH SENJA
(Herry Subandi)
tak semerah hari ini
mentari senja di pintu rumahmu
mungkin
dalam kianat cinta nan abadi
dalam curahan hujan
dan gemuruhnya badai
akupun mungkin terkubur
dalam cahaya merahmu..
nan menetes…
netes…
tak seramah hari
langkah pulangmu tergesa
menggelap luka goresan
para bikshu-bikshu bangsamu
diujung panah malam
dan di runcingnya pena penyair
menukik ke lembah-lembah sepi
mungkin pintu rumahmu terkunci
atau balai-balai tua negeri kita
telah tak kuat
untuk baringkan kelumpuhan?
Tak ku cari
Yang telah ditemukan
Di goa nan nestapa ini
Ku lukis
Dua malaikat raksasa
Melawan raja iblis
Dalam baliho semesta
Semerah senja
Ku kayuh prahu
Dari kencangnya angin
Dan merahnya nafasmu
Kulipat lembaran batin
Di sela batu-batu
Di antara gapura-gapura
Kebesaran dan kebanggaan
Yang menipu
04/04
ENGKAU
(Herry Subandi)
Sore temaram
Senja datang kurung mimpi
Jika di dalam rahimmu
Khayal
Jika ditanganmu
Ingkar
Jika di Syareatmu
Mengikat
Jika di kesenianmu
Menyengat
Di surgamu?
Ah, lelucon
Dan neraka api
Ah, marah
Sedang gila
Masuk kehampaanmu aja
Lebih asoiii
DI BAWAH MATAHARI
(Herry Subandi)
Ku baca sajak
Di bawah matahari
Kulihat aksara
Di bawah matahari
Kulihat bumi
Dibawah matahari
Aku teka-teki
Sinar siapa?
Jika dua dimanakah yang satunya
Di bawah matahari aku baca
Satu satu sebelah tak lengkap
Pasangannya ku cari
Sebab kesempurnaan kebahagiaan klimak
KEPADA TUHANKU
(Herry Subandi)
Sang maha
Sang akbar
Sang cinta
Sang Pembebas kekalutan
Sebab aku di bentuk lingkungan
Oleh itu aku kerdil
Dan terpuntir di peta pencarian
Penjelajahan fakir sendiri
(Zdikir wajahmu lorong pekat perpisahan menyakitkan)
DINGIN SEPI
(Herry Subandi)
Malam malam malam sekali
malam ini,
Malam malam malam sekali
malam ini sepi…
malam malam malam sekali
malam ini sendiri
hendaknya engkau turut serta
Datar datar datar sekali malam ini
Turun turun dan gemercik sepinya
Mengiris dan menyayati kehampaan
Datar datar sekali dingin ini
Menghempas hempas dan bertasbih
Menghitung bintangmu…
Hitam hitam sekali malam ini
Tertembak dan terkelupas
Hitamku, merayap dan terpuruk
Di sepi menyusu
1997
RUMAH
(Herry Subandi)
Rumah adalah tempat hatiku tinggal
dan kasihku,
memeluk impian
Rumah adalah perjalanan
tempat asaku bersandar
rebah belajar mengeja hidup
membuka tabir gelap
dan fatamorgana, ruang khayal
-yang membidikkan
panahnya dipersimpangan kelabu
hari pagi menertawakan lukisan itu
dengan wajah baru ku dandani seraut wajah tua
untuk ku ajak pesta kehidupan dengan bunga bangsa
menepisnya dan belajar
hidup merdeka
untuk kemenangan
memberi jawaban hidup yang lebih
‘bermakna’
setelah jauh melangkah
debu-debu di dinding rumahku
mengental
hitam dan kusut
melukis bayang-bayang tanpa makna
mencoreti atap dan gentingnya
rumah adalah telaga
tempat ibu dan anaknya
memadu cinta
tempat keletihan dibaringkan
mencairkan kenangan dan masa lalu
pahit yang tereguk
rumah adalah asa demi asa terputus
yang coba kami sambungkan
untuk persinggahan akhir perjalanan
rumah…
rumah adalah kenangan
tempat segala kesah di sandarkan
segala galuh ditidurkan
Bulumanis Kd, Juni 1997
ZIARAH DI PANTAI BERLUMPUR
(Harry Subandi)
Sehelai rambutmu tersangkut di gubuk tua itu
saat semunya berlalu
sisakan rasa yang muncul bersama tunas rembulan
di hatimu
atau sudah tak dapatkah kau hayati
cinta yang kusampaikan padamu
lewat lukisan berlumpurmu
maka senja hari ini
Ku jemput benak yang kau torehi nuansa elegi
menyenandungkan kembali
di bibir buih pantai senisan pelarian
jika musim pada terkandung mendung
hujan di pantai mu
adalah air mata yang tercurah
ziarah di pantai berlumpur ini
adalah penyucian satu demi Satu
gerai rambutmu yang tercerabut
oleh angin yang menderai
Pati,
BAPAKKU TERCINTA
(Harry Subandi)
Dari hening ku kirim doa
Dari panas dan gersang kehidupan
Setangkai bait sajak
Kuhadiahkan di pusaramu
Untuk Engkau yang tercinta
Yang di masa kanakku belum engkau ajarkan
Mesti sepatah kalimat
Maka ku coba menghadiahkan sajak
Untuk pembaringanmu
Dari setiap warisanmu
Yang mengatakan sajak itu
Dari setiap tinggalanmu
Yang membacakan lirik drama
Pentas gerak di kala engkau
Hilang ke alam sebrang
Bapak tercinta
Kuntum bunga yang kau beli
Inilah cinta
Dari gersang dan busuknya hidup
Maka terimalah wanginya saja
Bulumanis Kd, 1997
PERTIWI
(Hery Subandi)
Kemerdekaan
Adalah sebuah kata sederhana
Bagi orang kaya
Selembut sapa
Sedesir kilas mata
Memasuki lajur rasa.
Bagiku kau satire
Bordah keindahan
Sang agung..
Pemujaan ini
Melebihi arca arca kertas
Sekepal cahya
Pencerah…!
Catatan: Pot Tumpah.
Agt ,04-Pule.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar