Sabtu, 07 Februari 2009

Aloeth : BENING AIR MATAMU

YOGYA I

Memerah matamu pagi ini

Gemuruh

Getarkan hati

Jeritan pilu di gang-gang kota

Lagumu berhenti ditengah jalan

Kepala dibawah reruntuhan

Tangan-tangan menggapai puing bangunan

Keranda dari daun pintumu

Antar dipembaringan terakhir

Skj, 26 mei 2006

YOGYA II

Nyanyian indah

nyanyian pengharapan

telah gugur bersama

kepanikan kota

tumbal jaman

memakan tubuh-tubuh saudaraku

terbaring di tenda-tenda

merintih di bangsal Rumah Sakit

di depan pintumu kau berdoa

Skj, 26 mei 2006


DIKALA DATANG SENJA

Sapu tangan sekat air mengalir di ujung matamu

Rambut memutih

Kerut dahi gambar dari perjalanan

Kian lama kian pasrah

Adakah damai jiwa

Bila sekitarmu tlah mati warna

Kabur

Memudar

Tak usah lagi kau tanya?

Dalam hati yang terdalam

Ayat-ayat Tuhan mengukir dengan indah

Sanggupkah kau redam gemuruh

Derap dibalik pintu

Petikan gitar senandung nestapa

Skj, 30 Mei 2006


BENING AIR MATAMU

Bening Air matamu

Ketika kau melukis

Gambar cinta di pantai

Menunggu sunset

Butir-butir pasir putih

Menulusupkan kaki-kakimu

Bening Air matamu

Ketika kau bersenandung

Lagu cinta di gunung

Menunggu embun

Menetes dari daun

Memilih jalan menghampiri

Bening Air matamu

Ketika kau menulis

Cerita cinta di taman Eden

Adam dan Eva bercumbu

Mengalir seperti sungai Firdaus

Menuju Telaga cinta

Bening Air matamu

Mewariskan bumi

Meluruskan langkah keliru

Diantara jerit Teriakan histeris pengungsi

Gempa, banjir, badai

Mengharap pertolongan

Bening Air matamu

Skj, 30 Mei 2006


LEPAS

Diatas ketinggian beratap langit

Aku kepakan tangan

Berputar diringi angin semilir

Dibawah rimbunya pohon karet

Aku menari

Memainkan tubuh menyatu dengan alam

Hujan turun menyirami

Membelai lembut sekujur tubuhku

Air hujan

Buat bekas jejak langkah kakiku

Air hujan

Buat padiku yang mengering

Air hujan

Buat mereka yang mati sia-sia

Air hujan

Buat penguasa yang mati rasa

Air hujan

Buat ibuku yang telah habis air susunya

Air hujan

Buat anakku yang haus

Air hujan...

Ungaran, Mei 94


KUSUT

Menyambut musim yang tak lagi pada tempatnya

Meski air mata telah menghapus sebagian debu

Di wajah-wajah mereka

Lesu

Kusut

Yang menceritakan romantisme

Terkadang pikiran-pikiran picik mengumpul

Membuat gumpalan-gumpalan

Yang sangat keras

Sulit untuk dilunakkan

Semakin keras dan kuat

Hingga mendobrak nilai-nilai luhur

Yang pernah terpatri di nurani

Kudus, April 94



UNTUK GUTERES

Ketika bangun dari mimpi

Anak negeri menangis pilu

Dadanya tersayat

Tertikam belatinya sendiri

Hatinya teriris menjadi keping-keping

Tersebar meninggalkan

Ribuan bahkan jutaan pertanyaan

Sampai kapankah ini berlangsung

Hingga rasa hangat dan percaya menyelimuti

Menyatu dengan jiwa-jiwa yang hampir robek

Mereka tak kan mampu mengusir cintaku

Meski langit mulai gelap

Aku tetap menungguimu pertiwi

Ketika merah tak lagi berwarna merah

Putih tak lagi menjadi putih

Kami tetap memegangimu pertiwi

Meski tiangmu tlah kropos

Diterjang musim

Dimakan rayap

Boyolali, 150306



KERETAKU

Keretaku telah berangkat

Bawa seperangkat kata pasti

Atau mencoba titik bisu

Dari kepekatan makna

Menciptakan syair dari kelabilan malam

Bergelut angan-angan

Yang tiada ujung

Keretaku telah melaju

Meninggalkan rentetan pertanyaan

Kapan keretaku pulang ?

Keretaku berdesis

Dengan memercikan api

Dan jilatan matahari

Siap tenggelam

Dalam kepekatan warna

Hitam..

Keretaku memasuki lorong

Meraba dalam kegelapan

Semarang, Maret 94



TENGAH…TIDAK BERPIHAK

Ketika tangis tidak mampu menggambarkan keharuan

Hanya gumpalan-gumpalan kecewa yang membatu

Tampaklah serpihan-serpihan rindu yang bertebangan

Dari entah ke entah

Tak ada tempat untuk singgah

Karena angin berubah haluan

**

andai aku diberi kekuasaan untuk memutar kembali

aku akan pilih untuk tidak dilahirkan disini

aku ingin berdiri diantara dua wujud

biar aku bisa melihat pertarungan dua bentuk

hitam atau putih

menang atau kalah

maju atau mundur

manis atau pahit

***

bukannya aku ingin merusak aturan

bukannya aku merusak kodrat

tapi dimana letak yang pasti

jalan mana yang harus kulewati

sebab pertarungan sudah mengkabur

membuat bentuk dari percampuran dua wujud

dua bentuk

tengah

tak berpihak

berdiri diantara pertarungan

Terminal Terboyo, 020400


DITENGAH KERUSUHAN

Bila kebencian telah mentelikung

Amarah-amarah menguak dipermukaaan

Tak ada kata ramah di hati

Suara-suara sumbang mengurung

Membuat gerak santunmu terpatri rasa muak

Diammu semakin membuat ngilu

Tak sanggup lagi bibirku menyapa lembut

Mendung menggantung di kelopak matamu

***

Ada rasa haru menyelimuti diri

Ketika butiran bening menetes dipipimu

Mungkin sebuah perbenturan

Yang tak akan membuahkan hasil

Namun mampu membuat runtuhnya gunung

Yang tengah memuntahkan amarah

Semarang, Maret 99



KUE CINTA YANG BASI

Mencicipi kue cinta yang basi

Apakah ada sedikit sisa untuk bisa kita nikmati

Meski sedikit pahit

Bahkan mungkin beracun

Sekedar menjilat bukan ditelan

Tidak ada sedikitpun sisa untuk kita makan

Biarkan kue itu basi dan menjamur

Hilang menjadi butiran-butiran debu

Mungkin suatu waktu akan berkumpul lagi

Membentuk sebuah cinta lagi

Meski bukan kami yang menjadi koki

Bukan kami yang menyumbangkan resep

Bukan kami yang menciptalan aroma-aroma

Kesetiaan

Kesabaran

Aku kirim kue buat pertiwi

Kita belah menjadi beberapa potong

Kuenya bermacam warna

Merah tua, Merah muda

Hijau tua, Hijau muda, Hijau loreng

Kuning, Coklat

Biru tua, biru muda

Bila dikumpulkan menjadi kombinasi sempurna

Namun potongan itu tidak bisa dijadikan satu

Karena kue warna itu berbeda-beda rasa

Ada yang manis.sedikit manis, kecut, asin, pahit

Rasa telah menjadi ciri khas identitas negeri

Semarang September 2000



SLOGAN DEMONSTRAN

Slogan-slogan hanya sebagai racun

Membawa amarah

Siap menghantam

Kerinduan yang pernah kering,

terasa deras membasahi hatiku

kegelisahan yang abstrak

bagai fatamorgana

tak ada yang lenggang

tetap dalam kabut pikirannya

terbelenggu dalam resah asa tanpa muara

tenggelamkan pada dasar paling dalam

Inikah yang kita impikan

Menuju kehancuran?

Smg, 250500



KRIDOR

Dingin menyapu malam

melatari suasana sunyi

merayap...

mendekati pilar-pilar tirani

membungkam suara kritis

meninabobokan dengan dongeng manis

Kapan kami bebas berteriak lantang

bila semua dianggap lancang

kapan kami matang

bila aspirasi kami ditentang

buah pikiran dari rakyat

diaborsi oleh wakil rakyat

kami terlahir menjadi tanda tanya

budaya curiga menyodok kami

kami terlahir prematur

terbentur makna lentur

Smg, 7 April 1994



NASIB MEREKA YANG TERBUANG

Antar cerita di saku mereka

Tentang apa yang patut mereka tentang

Tertindih karpet Lusuh

Berbau angkuh

Teriak batin ungkapkan rasa penyesalan mereka

Kuras semua pikiran mereka

Lepas semua penderitaan mereka

Ternyata pahit masih lekat pada mereka

Dan..

Ternyata semua telah mati

Karena ketidak tahuan mereka

Semarang, 22 November 1992



EKSEKUSI

Kasih...

Kuingin memelukmu

Ku ingin mencium keningmu

Untuk yang terakhir kali

Sebab esok tak lihat dirimu lagi

Kasih..

Bila esok aku mati

Jangan kirimi aku dengan derai tangismu

Tersenyumlah

Ku pergi membawa keyakinanku

Jangan beri aku batu nisan

Biarlah matiku tak di kenal

Jangan kirimi aku bunga

Biarkan tubuhku membusuk..

Pati, Maret 92



DAGELAN DIUJUNG ABAD 20

Pohon Beringin daunnya berguguran

Di sundang Banteng ngamuk

Di bakar Matahari

Daun-daunya berserakan di Bumi

Sebagian terhempas di bawa angin

Sebagian singgah di Bulan-Bintang

Pohon Beringin masihkah kuat

Ataukah tumbang..

Mega-Bintang pernah mengirim badai

Menggetarkan Pohon Beringin

Adakah tentang cinta tanpa airmata

Adakah revolusi tanpa korban

Adakah reformasi membawa angin segar

Ingat sejarah!

Pergantian pimpinan dibutuhkan tumbal

Untuk memapak jaman baru!

Smg, 1999



SOMPRET YANG KAMPRET

Ada seorang anak cerewet

yang ngomongnya nyrempet-nyrempet

kadang kepepet barang-barang lengket

dasar kampret...

kini anak itu tersilet

dan akhirnya terseret

digulung karpet

kepalanya sentet

diikat karet

dasar keset..

banyak wartawan yang menjepret

karena kabarnya anak itu kena santet

dasar wartawan sompret..

kini wartawan berjaket

yang diseket

karena mencopet

dompet

kaum kuntet

kasihan kaum kuntet

sudah jadi kernet

namanya dicoret..

si ibu kaget

anaknya mati kejatuhan ceret..

ayahnya pulang bawa disket dan kaset

langkahnya yang sret..sret..

rindu anaknya yang barolet

yang sukanya makan roket

akhirnya aku terbangun setelah ditampar Raket

oleh Bu Juned

aku duduk di buffet

dasar keset...

aku menunggu didepan toilet

karena perutku kliet-kliet..

sambil makan ciklet...,

aku melihat orang berkaos singklet

di mobil starlet

oh ternyata suami Bu juned

aku bersandar di kursi yang riet-kriet

karena banyak orang yang berdiri di depan toilet

kayak sopir microlet

yang antri di loket

setelah aku mepet-mepet

sampailah giliranku ke tiolet

tiba-tiba terdengar suara pret..pret..cret..cret..

ternyata aku mencret..

aku berdoa supaya set-set

yang menggenjet

dapat dirangket

agar cornet saya kolet-kolet..busyet..

kisah anak, orang tua, aku dan keluarga Junet

terangkum dalam cerita kuartet

Kost WK 28,20 Januari 1994



MENGUAP

Ketika..

Kemarin deras rintik hujan

Melepaskan kesalnya atas negeri ini

Aku masih terdiam

Memunguti cerita

Yang disodorkan jaman

Ketika bumi meronta

Keluarkan keringat

Sehingga bau

Muncul serangga

Belalang

Nyamuk

Mereka berpesta

Mereka bernyanyi

Sementara semua orang terdiam

Menguap..!

Karena tak mampu berbuat apa-apa

Kendal, Juli 98




GUGAT!

Kapan kau memberiku pekerjaan?

Kapan kau memberiku kehidupan layak?

Episode maling

Cerita bersambung pelacuran

Tragedi penggusuran kaki lima

Cerita kriminal perampokan

Sampah harus enyah

Seperti kertas yang dikepal

Dibuang ditong sampah

Orasi-orasi di podium

Di mimbar-mimbar

Memperlacurkan ajaran-ajaran Tuhan

Para rohaniawan Bertransaksi kavlingan surga

Pengusaha berencana membangun villa-villa di surga

Rakyat dijadikan bahan bakar

Untuk penghangat ruangan surga

Kami tak punya mimpi lagi

Satu-satunya angan-anganku telah kau rampas

Apalagi yang kupunya?

Smg, 27 Des 2005



SIAPA ?

Dikaulah peradaban yang dikencingi

Dikaulah kebudayaan yang diberaki

Sepenuhnya dikau bersumpah demi kejayaan negeri

Meski melacurkan bangsamu sendiri!

Ini bukan sebuah pembebasan

Tapi bentuk pembelengguan gaya baru

Topeng...!

Topeng kemerdekaan yang menyakitkan

Kenapa mesti ada yang dikorbankan

Bukan mereka juga lahir

Dari rahim yang sama

Hadirmu untuk dicaci!

Kau adalah produk jaman yang gagal !

Cacat!

Hadirmu menjadi beban bangsamu

Engkau benalu yang harus dipangkas

Karena dikau sampah masyarakat!

Bangsa yang melantarkan masa depannya sendiri!

Oleh siapa?

Dari siapa?

Untuk siapa?

Siapa sajalah

Siapa saja berhak menikmatinya

Gratis!

Dikau mau mengalami!

Ini cerita anak negeri yang sebentar lagi mati...?

Smg, 01-01-2006




SEGITIGA

Hakim mati kepala pecah karena palunya sendiri

Jaksa mati mulutnya kesleo kebanyakan kata-kata

Pembela mati karena menjual belikan kebenaran

Mereka penegak keadilan yang mati dilindas jaman

Ada jendral mati

Dikudeta anak buahnya

Ada tentara mati bunuh diri

Ada pemimpin mati karena kebijakan yang rapuh

Ada rakyat mati karena menegak racun

Mereka korban keadilan yang mati

Dilindas jaman

Mereka telah mati

Mari kita sematkan

kembang-kembang dimakam mereka

menari di makam mereka

Smg, 24 08 03

ENTAH DIMANA?

Aku menjadi riak

Yang diantar gelombang

Aku menjadi badai

Yang diantar angin

Di pantai ini aku merapat

Terlena lagi

Tenggelam dalam mimpi

Ingin ku mencipta lagi

Malam-malam panjang

Dalam kegelapan

Aku mencoba menulis syair-syair

Menyambut kedatanganmu

Atau melepas kepergianmu

Sk. 13890




KINI KAU?

Tersiksa

Tertikam rasa ingin

Di matamu cerminkan rindu

Butiran bening dipipimu

Getar asmara menjadi beban di hati

Untuk dilepaskan satu-satu

hilang

sirna

musnah

Tinggalkan saja ditengah jalan

Kini kau

Melagukan sendu

Menyayat kalbu

Meski Bertaburan bintang

Gemerlap lampu-lampu kota

Sepi masih mengurungmu

Sk. 13890



BISAKAH YANG KALAH HARUS MENANG

Di layar kaca

Kau berbicara paling berhak

Di mimbar kau tanami kecurigaan

Di podium kau suguhkan kelicikan

cerita wayang mbeling

yang memenangkan kebatilan

mempahlawankan pengkhianat

kebenaran harus runtuh

Haruskah Pandawa kalah?

Membiarkan kurawa menang dalam Bratayuda

Kau rampas

kau kebiri cita-cita

mereka-reka sejarah

membutakan yang jelas

membekokan yang lurus

memanen kekayaan negeri

sambil memberi mimpi

tentang kemakmuran

Halilintar menggelegar

Seperti cemeti

Mencabuk punggung negeri

Ajakan Dalang mbilung yang kau pakemkan

Ngudar Sabda plintir

sebagai tameng dari ketakutanmu

Membisikan Keresahan

Atas kebingungan negeri

Kau pun menghilang

Tinggalkan Puing-puing

Kekacauan perang saudara

Haruskah Pandawa kalah?

Membiarkan kurawa menang dalam Bratayuda

Bisakah yang kalah harus menang

Pati, 190806

Tidak ada komentar:

Posting Komentar