YOGYA I
Memerah matamu pagi ini
Gemuruh
Getarkan hati
Jeritan pilu di gang-gang kota
Lagumu berhenti ditengah jalan
Kepala dibawah reruntuhan
Tangan-tangan menggapai puing bangunan
Keranda dari daun pintumu
Antar dipembaringan terakhir
Skj, 26 mei 2006
YOGYA II
Nyanyian indah
nyanyian pengharapan
telah gugur bersama
kepanikan kota
tumbal jaman
memakan tubuh-tubuh saudaraku
terbaring di tenda-tenda
merintih di bangsal Rumah Sakit
di depan pintumu kau berdoa
Skj, 26 mei 2006
DIKALA DATANG SENJA
Sapu tangan sekat air mengalir di ujung matamu
Rambut memutih
Kerut dahi gambar dari perjalanan
Kian lama kian pasrah
Adakah damai jiwa
Bila sekitarmu tlah mati warna
Kabur
Memudar
Tak usah lagi kau tanya?
Dalam hati yang terdalam
Ayat-ayat Tuhan mengukir dengan indah
Sanggupkah kau redam gemuruh
Derap dibalik pintu
Petikan gitar senandung nestapa
Skj, 30 Mei 2006
BENING AIR MATAMU
Bening Air matamu
Ketika kau melukis
Gambar cinta di pantai
Menunggu sunset
Butir-butir pasir putih
Menulusupkan kaki-kakimu
Bening Air matamu
Ketika kau bersenandung
Lagu cinta di gunung
Menunggu embun
Menetes dari daun
Memilih jalan menghampiri
Bening Air matamu
Ketika kau menulis
Cerita cinta di taman Eden
Adam dan Eva bercumbu
Mengalir seperti sungai Firdaus
Menuju Telaga cinta
Bening Air matamu
Mewariskan bumi
Meluruskan langkah keliru
Diantara jerit Teriakan histeris pengungsi
Gempa, banjir, badai
Mengharap pertolongan
Bening Air matamu
Skj, 30 Mei 2006
LEPAS
Diatas ketinggian beratap langit
Aku kepakan tangan
Berputar diringi angin semilir
Dibawah rimbunya pohon karet
Aku menari
Memainkan tubuh menyatu dengan alam
Hujan turun menyirami
Membelai lembut sekujur tubuhku
Air hujan
Buat bekas jejak langkah kakiku
Air hujan
Buat padiku yang mengering
Air hujan
Buat mereka yang mati sia-sia
Air hujan
Buat penguasa yang mati rasa
Air hujan
Buat ibuku yang telah habis air susunya
Air hujan
Buat anakku yang haus
Air hujan...
Ungaran, Mei 94
KUSUT
Menyambut musim yang tak lagi pada tempatnya
Meski air mata telah menghapus sebagian debu
Di wajah-wajah mereka
Lesu
Kusut
Yang menceritakan romantisme
Terkadang pikiran-pikiran picik mengumpul
Membuat gumpalan-gumpalan
Yang sangat keras
Sulit untuk dilunakkan
Semakin keras dan kuat
Hingga mendobrak nilai-nilai luhur
Yang pernah terpatri di nurani
Kudus, April 94
UNTUK GUTERES
Ketika bangun dari mimpi
Anak negeri menangis pilu
Dadanya tersayat
Tertikam belatinya sendiri
Hatinya teriris menjadi keping-keping
Tersebar meninggalkan
Ribuan bahkan jutaan pertanyaan
Sampai kapankah ini berlangsung
Hingga rasa hangat dan percaya menyelimuti
Menyatu dengan jiwa-jiwa yang hampir robek
Mereka tak kan mampu mengusir cintaku
Meski langit mulai gelap
Aku tetap menungguimu pertiwi
Ketika merah tak lagi berwarna merah
Putih tak lagi menjadi putih
Kami tetap memegangimu pertiwi
Meski tiangmu tlah kropos
Diterjang musim
Dimakan rayap
Boyolali, 150306
KERETAKU
Keretaku telah berangkat
Bawa seperangkat kata pasti
Atau mencoba titik bisu
Dari kepekatan makna
Menciptakan syair dari kelabilan malam
Bergelut angan-angan
Yang tiada ujung
Keretaku telah melaju
Meninggalkan rentetan pertanyaan
Kapan keretaku pulang ?
Keretaku berdesis
Dengan memercikan api
Dan jilatan matahari
Siap tenggelam
Dalam kepekatan warna
Hitam..
Keretaku memasuki lorong
Meraba dalam kegelapan
Semarang, Maret 94
TENGAH…TIDAK BERPIHAK
Ketika tangis tidak mampu menggambarkan keharuan
Hanya gumpalan-gumpalan kecewa yang membatu
Tampaklah serpihan-serpihan rindu yang bertebangan
Dari entah ke entah
Tak ada tempat untuk singgah
Karena angin berubah haluan
**
andai aku diberi kekuasaan untuk memutar kembali
aku akan pilih untuk tidak dilahirkan disini
aku ingin berdiri diantara dua wujud
biar aku bisa melihat pertarungan dua bentuk
hitam atau putih
menang atau kalah
maju atau mundur
manis atau pahit
***
bukannya aku ingin merusak aturan
bukannya aku merusak kodrat
tapi dimana letak yang pasti
jalan mana yang harus kulewati
sebab pertarungan sudah mengkabur
membuat bentuk dari percampuran dua wujud
dua bentuk
tengah
tak berpihak
berdiri diantara pertarungan
DITENGAH KERUSUHAN
Bila kebencian telah mentelikung
Amarah-amarah menguak dipermukaaan
Tak ada kata ramah di hati
Suara-suara sumbang mengurung
Membuat gerak santunmu terpatri rasa muak
Diammu semakin membuat ngilu
Tak sanggup lagi bibirku menyapa lembut
Mendung menggantung di kelopak matamu
***
Ada rasa haru menyelimuti diri
Ketika butiran bening menetes dipipimu
Mungkin sebuah perbenturan
Yang tak akan membuahkan hasil
Namun mampu membuat runtuhnya gunung
Yang tengah memuntahkan amarah
Semarang, Maret 99
KUE CINTA YANG BASI
Mencicipi kue cinta yang basi
Apakah ada sedikit sisa untuk bisa kita nikmati
Meski sedikit pahit
Bahkan mungkin beracun
Sekedar menjilat bukan ditelan
Tidak ada sedikitpun sisa untuk kita makan
Biarkan kue itu basi dan menjamur
Hilang menjadi butiran-butiran debu
Mungkin suatu waktu akan berkumpul lagi
Membentuk sebuah cinta lagi
Meski bukan kami yang menjadi koki
Bukan kami yang menyumbangkan resep
Bukan kami yang menciptalan aroma-aroma
Kesetiaan
Kesabaran
Aku kirim kue buat pertiwi
Kita belah menjadi beberapa potong
Kuenya bermacam warna
Merah tua, Merah muda
Hijau tua, Hijau muda, Hijau loreng
Kuning, Coklat
Biru tua, biru muda
Bila dikumpulkan menjadi kombinasi sempurna
Namun potongan itu tidak bisa dijadikan satu
Karena kue warna itu berbeda-beda rasa
Ada yang manis.sedikit manis, kecut, asin, pahit
Rasa telah menjadi ciri khas identitas negeri
Semarang September 2000
SLOGAN DEMONSTRAN
Slogan-slogan hanya sebagai racun
Membawa amarah
Siap menghantam
Kerinduan yang pernah kering,
terasa deras membasahi hatiku
kegelisahan yang abstrak
bagai fatamorgana
tak ada yang lenggang
tetap dalam kabut pikirannya
terbelenggu dalam resah asa tanpa muara
tenggelamkan pada dasar paling dalam
Inikah yang kita impikan
Menuju kehancuran?
Smg, 250500
KRIDOR
Dingin menyapu malam
melatari suasana sunyi
merayap...
mendekati pilar-pilar tirani
membungkam suara kritis
meninabobokan dengan dongeng manis
Kapan kami bebas berteriak lantang
bila semua dianggap lancang
kapan kami matang
bila aspirasi kami ditentang
buah pikiran dari rakyat
diaborsi oleh wakil rakyat
kami terlahir menjadi tanda tanya
budaya curiga menyodok kami
kami terlahir prematur
terbentur makna lentur
Smg, 7 April 1994
NASIB MEREKA YANG TERBUANG
Antar cerita di saku mereka
Tentang apa yang patut mereka tentang
Tertindih karpet Lusuh
Berbau angkuh
Teriak batin ungkapkan rasa penyesalan mereka
Kuras semua pikiran mereka
Lepas semua penderitaan mereka
Ternyata pahit masih lekat pada mereka
Dan..
Ternyata semua telah mati
Karena ketidak tahuan mereka
Semarang, 22 November 1992
EKSEKUSI
Kasih...
Kuingin memelukmu
Ku ingin mencium keningmu
Untuk yang terakhir kali
Sebab esok tak lihat dirimu lagi
Kasih..
Bila esok aku mati
Jangan kirimi aku dengan derai tangismu
Tersenyumlah
Ku pergi membawa keyakinanku
Jangan beri aku batu nisan
Biarlah matiku tak di kenal
Jangan kirimi aku bunga
Biarkan tubuhku membusuk..
Pati, Maret 92
DAGELAN DIUJUNG ABAD 20
Pohon Beringin daunnya berguguran
Di sundang Banteng ngamuk
Di bakar Matahari
Daun-daunya berserakan di Bumi
Sebagian terhempas di bawa angin
Sebagian singgah di Bulan-Bintang
Pohon Beringin masihkah kuat
Ataukah tumbang..
Mega-Bintang pernah mengirim badai
Menggetarkan Pohon Beringin
Adakah tentang cinta tanpa airmata
Adakah revolusi tanpa korban
Adakah reformasi membawa angin segar
Ingat sejarah!
Pergantian pimpinan dibutuhkan tumbal
Untuk memapak jaman baru!
Smg, 1999
SOMPRET YANG KAMPRET
Ada seorang anak cerewet
yang ngomongnya nyrempet-nyrempet
kadang kepepet barang-barang lengket
dasar kampret...
kini anak itu tersilet
dan akhirnya terseret
digulung karpet
kepalanya sentet
diikat karet
dasar keset..
banyak wartawan yang menjepret
karena kabarnya anak itu kena santet
dasar wartawan sompret..
kini wartawan berjaket
yang diseket
karena mencopet
dompet
kaum kuntet
kasihan kaum kuntet
sudah jadi kernet
namanya dicoret..
si ibu kaget
anaknya mati kejatuhan ceret..
ayahnya pulang bawa disket dan kaset
langkahnya yang sret..sret..
rindu anaknya yang barolet
yang sukanya makan roket
akhirnya aku terbangun setelah ditampar Raket
oleh Bu Juned
aku duduk di buffet
dasar keset...
aku menunggu didepan toilet
karena perutku kliet-kliet..
sambil makan ciklet...,
aku melihat orang berkaos singklet
di mobil starlet
oh ternyata suami Bu juned
aku bersandar di kursi yang riet-kriet
karena banyak orang yang berdiri di depan toilet
kayak sopir microlet
yang antri di loket
setelah aku mepet-mepet
sampailah giliranku ke tiolet
tiba-tiba terdengar suara pret..pret..cret..cret..
ternyata aku mencret..
aku berdoa supaya set-set
yang menggenjet
dapat dirangket
agar cornet saya kolet-kolet..busyet..
kisah anak, orang tua, aku dan keluarga Junet
terangkum dalam cerita kuartet
Kost WK 28,20 Januari 1994
MENGUAP
Ketika..
Kemarin deras rintik hujan
Melepaskan kesalnya atas negeri ini
Aku masih terdiam
Memunguti cerita
Yang disodorkan jaman
Ketika bumi meronta
Keluarkan keringat
Sehingga bau
Muncul serangga
Belalang
Nyamuk
Mereka berpesta
Mereka bernyanyi
Sementara semua orang terdiam
Menguap..!
Karena tak mampu berbuat apa-apa
Kendal, Juli 98
GUGAT!
Kapan kau memberiku pekerjaan?
Kapan kau memberiku kehidupan layak?
Episode maling
Cerita bersambung pelacuran
Tragedi penggusuran kaki lima
Cerita kriminal perampokan
Sampah harus enyah
Seperti kertas yang dikepal
Dibuang ditong sampah
Orasi-orasi di podium
Di mimbar-mimbar
Memperlacurkan ajaran-ajaran Tuhan
Para rohaniawan Bertransaksi kavlingan surga
Pengusaha berencana membangun villa-villa di surga
Rakyat dijadikan bahan bakar
Untuk penghangat ruangan surga
Kami tak punya mimpi lagi
Satu-satunya angan-anganku telah kau rampas
Apalagi yang kupunya?
Smg, 27 Des 2005
SIAPA ?
Dikaulah peradaban yang dikencingi
Dikaulah kebudayaan yang diberaki
Sepenuhnya dikau bersumpah demi kejayaan negeri
Meski melacurkan bangsamu sendiri!
Ini bukan sebuah pembebasan
Tapi bentuk pembelengguan gaya baru
Topeng...!
Topeng kemerdekaan yang menyakitkan
Kenapa mesti ada yang dikorbankan
Bukan mereka juga lahir
Dari rahim yang sama
Hadirmu untuk dicaci!
Kau adalah produk jaman yang gagal !
Cacat!
Hadirmu menjadi beban bangsamu
Engkau benalu yang harus dipangkas
Karena dikau sampah masyarakat!
Bangsa yang melantarkan masa depannya sendiri!
Oleh siapa?
Dari siapa?
Untuk siapa?
Siapa sajalah
Siapa saja berhak menikmatinya
Gratis!
Dikau mau mengalami!
Ini cerita anak negeri yang sebentar lagi mati...?
Smg, 01-01-2006
SEGITIGA
Hakim mati kepala pecah karena palunya sendiri
Jaksa mati mulutnya kesleo kebanyakan kata-kata
Pembela mati karena menjual belikan kebenaran
Mereka penegak keadilan yang mati dilindas jaman
Ada jendral mati
Dikudeta anak buahnya
Ada tentara mati bunuh diri
Ada pemimpin mati karena kebijakan yang rapuh
Ada rakyat mati karena menegak racun
Mereka korban keadilan yang mati
Dilindas jaman
Mereka telah mati
Mari kita sematkan
kembang-kembang dimakam mereka
menari di makam mereka
Smg, 24 08 03
ENTAH DIMANA?
Aku menjadi riak
Yang diantar gelombang
Aku menjadi badai
Yang diantar angin
Di pantai ini aku merapat
Terlena lagi
Tenggelam dalam mimpi
Ingin ku mencipta lagi
Malam-malam panjang
Dalam kegelapan
Aku mencoba menulis syair-syair
Menyambut kedatanganmu
Atau melepas kepergianmu
Sk. 13890
KINI KAU?
Tersiksa
Tertikam rasa ingin
Di matamu cerminkan rindu
Butiran bening dipipimu
Getar asmara menjadi beban di hati
Untuk dilepaskan satu-satu
hilang
sirna
musnah
Tinggalkan saja ditengah jalan
Kini kau
Melagukan sendu
Menyayat kalbu
Meski Bertaburan bintang
Gemerlap lampu-lampu kota
Sepi masih mengurungmu
Sk. 13890
BISAKAH YANG KALAH HARUS MENANG
Di layar kaca
Kau berbicara paling berhak
Di mimbar kau tanami kecurigaan
Di podium kau suguhkan kelicikan
cerita wayang mbeling
yang memenangkan kebatilan
mempahlawankan pengkhianat
kebenaran harus runtuh
Haruskah Pandawa kalah?
Membiarkan kurawa menang dalam Bratayuda
Kau rampas
kau kebiri cita-cita
mereka-reka sejarah
membutakan yang jelas
membekokan yang lurus
memanen kekayaan negeri
sambil memberi mimpi
tentang kemakmuran
Halilintar menggelegar
Seperti cemeti
Mencabuk punggung negeri
Ajakan Dalang mbilung yang kau pakemkan
Ngudar Sabda plintir
sebagai tameng dari ketakutanmu
Membisikan Keresahan
Atas kebingungan negeri
Kau pun menghilang
Tinggalkan Puing-puing
Kekacauan perang saudara
Haruskah Pandawa kalah?
Membiarkan kurawa menang dalam Bratayuda
Bisakah yang kalah harus menang
Pati, 190806
Tidak ada komentar:
Posting Komentar